Sudah cukup lama tema alasan menulis ini muncul di pikiran saya, tapi selalu urung untuk menuangkannya. Mungkin karena saya sendiri merasa masih kurang banyak menulis, sepertinya kok belum pantas ya menuliskan alasan menulis saya kalau belum punya banyak pengalaman.
Padahal sebenarnya, menulis itu banyak manfaatnya dan tidak perlu memiliki bakat khusus untuk memulai. Menulis manual, cukup mengambil selembar kertas dan pulpen/pensil lalu mulai menggoreskan isi pikiran. Lebih mudah lagi, mengingat hampir semua orang memiliki ponsel, membuka ponsel dan mulai menulis - di notes, aplikasi percakapan, status sosial media, apa saja.
Minggu ini, saya baru saja dapat ilmu keren terkait Mahir Menulis dan Editing Blog. Judulnya memang mahir menulis dan mengedit, tapi sebelum sampai sana, tentu harus tahu dulu alasannya mulai menulis.
Alasan Menulis untuk Diri Sendiri
Untuk saya sendiri, alasan menulis ini lebih banyak mendominasi. Saya memulai untuk kembali akrab dengan hobi masa kecil ini sejak dua tahun terakhir. Entah mengapa, dorongan untuk membagikan cerita dan lebih bagus lagi apabila ada pengalaman nyata yang terselip di dalamnya begitu besar.
Kutipan di bawah ini cocok sekali untuk saya:
lebih baik menulis untuk diri sendiri dan tidak memiliki pembaca, daripada menulis untuk orang lain namun kehilangan diri sendiri
Sebuah tamparan banget ya, ternyata sebaiknya alasan menulis sangat baik apabila dimulai untuk kepentingan diri sendiri.
Kenapa juga kita harus menulis untuk diri sendiri?
Melepaskan Penat
Dear Diary,
Duh, masih ingat enggak sih masa kecil ketika menuliskan curhatan sehari-hari di buku rahasia yang kalau sampai ada yang baca, rasanya ingin mati saja? 😆
Sebenarnya, semakin dewasa justru kehidupan semakin kompleks dan lebih banyak hal yang bisa diceritakan. Anggap saja seperti curhat, tapi dibagikan ke ranah publik. Siapa tahu ada yang pernah mengalami kejadian yang sama bisa memberi saran atau sekadar tebar pukpuk.
Menyalurkan Hobi
Salah satu alasan menulis saya adalah menyalurkan hobi masa kecil yang terlupakan ketika beranjak dewasa. Padahal dahulu kala, tugas mengarang ketika mata pelajaran Bahasa Indonesia tiba adalah momen kesukaan saya. Duh, bisa panjang lah tulisannya. Saya ingat, guru dan teman SMA saya pernah terkejut dengan imajinasi saya saat mengarang bebas dengan tema 'kehilangan'. Ketika banyak teman-teman sekelas bercerita mengenai bentuk kehilangan fisik akan benda atau seseorang, saya bercerita tentang impian yang pupus.
Berat banget ya untuk ukuran anak SMA 😅
Nah, siapa tahu hobi kamu dulu menulis dan sekarang karena banyak kesibukan yang melanda, jadi terlupakan. Ayo segera buka ponsel dan mulai menuliskan apa saja yang sedang dipikirkan otak saat ini. Tidak masalah apabila awalnya hanya dipenuhi dengan rutinitas rumah tangga atau pekerjaan misalnya, karena pengalaman nyata sehari-hari lebih seru untuk dibagikan dan dibaca juga lho.
Membagikan Pengalaman
Nah, pengalaman nyata sehari-hari ini membawa kita masuk ke alasan menulis untuk diri sendiri yang ketiga.
Pengalaman adalah Guru Terbaik
Sering dengar kan istilah tersebut?
Saya sendiri termasuk seseorang yang senang mencari ulasan tentang sesuatu hal melalui tulisan-tulisan di blog orang-orang. Seperti saat ini ketika tengah mempersiapkan kelahiran saat masa pandemi, saya sering blogwalking tema-tema terkait 'pengalaman melahirkan di masa pandemi' atau 'pengalaman mencari lokasi persalinan di saat pandemi'. Spesifik pengalaman karena saya mau tahu secara real apa yang terjadi dan bisa lebih mempersiapkan diri.
Baca juga: Hamil di Masa Pandemi
Jadi, jangan ragu untuk membagikan pengalamanmu ya. Banyak yang menunggu di luar sana.
Sebagai Sarana Dokumentasi
Alasan menulis paling mudah dilakukan, dokumentasi sebuah momen, bisa perjalanan, acara atau kegiatan.
Saya termasuk pelupa, karenanya saat mempersiapkan segala sesuatunya tuh harus detail dan terperinci. Namun, walaupun sudah dilakukan berulang-ulang (mis. mau melakukan perjalanan bisnis), selalu ada yang terlupa. Akhirnya browsing lagi terkait 'tips melakukan perjalanan bisnis yang efektif' atau tanya-tanya orang/teman sekantor.
Nggak efektif banget kan? Apalagi metode satu orang dengan yang lain bisa berbeda.
Solusinya? Tuliskan pengalaman melakukan perjalanan bisnis yang terakhir kali dilakukan, sedetail mungkin kalau bisa, sehingga setidaknya bisa jadi pengingat untuk diri sendiri.
Syukur-syukur ada yang butuh juga yaa...
Nah, adakah salah satu alasan menulis untuk diri sendiri yang sesuai untuk kamu?
Alasan Menulis untuk Orang Lain
Dunia saat ini ketika segala sesuatu dapat menjadi konten, sudah lumrah sebenarnya ya ketika seseorang menulis untuk orang lain. Walaupun sebenarnya ini bukan hal yang baru, surat kabar apa kabar, namun sekarang menjadi semakin mudah prosesnya.
Saya sendiri tidak menampuk keinginan untuk menulis untuk kepentingan lain, apabila kalau demia cuan yaa 😎
Demi Cuan
Tentu saja alasan menulis pertama yang muncul ketika ditanya 'kenapa sih mau menulis untuk orang lain?'
Seperti sudah disinggung sebelumnya, dunia konten sekarang semakin berkarya. Siapa saja dapat membuat konten di bermacam platform, siapa saja bebas mengemukakan pendapat/ulasan/komentar sesuka hati. Jadi, kenapa tidak sekalian dimaksimalkan?
Brand-brand besar juga diuntungkan dengan sistem ini. Mereka dapat mengeluarkan biaya marketing yang sama namun dengan hasil yang lebih berdampak.
Bayangkan: membuat satu acara besar di TV dengan dampak penonton menyaksikannya sekali saja atau memberikan produknya pada para content creator secara berkala untuk di-posting sehingga calon pengguna dapat melihatnya muncul berkali-kali di timeline?
Jangan remehkan 'the power of word of mouth' 👍
Membagikan Pengalaman Orang Lain
Walaupun menulis itu buat semua orang dan tidak memerlukan bakat khusus untuk melakukannya, namun untuk berbagi cerita yang baik tentu dibutuhkan teknik tersendiri. Bandingkan membaca karya tulis seorang penulis kenamaan dengan mereka yang baru kenal PUEBI, pasti terasa beda sekali kenyamanannya.
Demikian juga ketika seseorang memiliki kisah menarik untuk dibagikan, dan orang tersebut juga tidak keberatan apabila ceritanya dibagikan, namun ia tidak dapat menuangkannya dalam kata-kata. Bingung memulai dari mana, tidak tahu bagian mana yang harus diceritakan atau kasus paling ekstrem - takut menuliskannya karena akan membuatnya mengingat semua pengalaman tersebut sehingga tidak akan pernah menyelesaikannya.
Coba tengok kanan dan kirimu, mungkin ada kisah-kisah menarik dari orang yang kita kenal untuk dibagikan.
Sarana Menyerap Ilmu Baru
Saat kita mulai menulis untuk kepentingan orang lain - entah itu klien atau menceritakan pengalaman teman - mau tidak mau ada banyak hal yang akan kita serap dari kegiatan ini.
Diminta menulis terkait tema keuangan, padahal sebelumnya topik ini sama sekali tidak pernah tersentuh. Diminta menceritakan ulang kasus teman yang mengalami PCOS, karena kita belum familiar dengan gangguan hormon ini, mau tidak mau harus mencari tahu dulu sebelumnya agar tulisan kita juga lebih bermakna.
Seru kan? Setiap melakukan kegiatan menulis, satu ilmu baru terserap.
Terpaksa Sosialisai
Eh, kok terpaksa?
Habis, dunia tulis menulis itu kan sebenarnya dunia yang sunyi. Hanya ada diri kita dan pikiran. Ketika harus menulis untuk orang lain, mau tidak mau harus banget bertemu orang dan mau tidak mau berperilaku seperti makhluk sosial yang beradab.
Terbukalah jaringan pertemanan yang pada akhirnya membuka pintu pada banyak kesempatan untuk menulis lebih sering lagi.
Sudah diberikan berbagai macam alasan menulis tapi belum juga tergerak untuk mulai menulis?
Jangan khawatir, mungkin
insight dari
Monica Anggen yang baru berbagi materi keren yang sempat saya singgung di atas bisa membantu atau menguatkan alasan menulis teman-teman.
Apapun Alasan Menulis, Pilih Satu yang Terkuat
Alasan yang paling banyak mencuat untuk motivasi menulis menurut Mbak Monica sudah saya tuliskan di atas: Uang dan Keinginan Berbagi.
Tidak ada yang salah dengan kedua motivasi tersebut, namun perlu diingat untuk memilih satu saja yang dirasakan paling kuat dan mewakili diri. Nantinya, satu hal ini akan selalu menjadi pengingat diri ketika menemui hambatan dan tantangan di jalan.
Untuk saya, sempat terpecah antara membagikan pengalaman dan sarana dokumentasi, karena agak mirip ya keduanya. Namun semakin ke sini, saya semakin condong ke sarana dokumentasi - ini berarti saya mencoba sedetail mungkin saat berbagi informasi (kalau bisa dengan foto dan bukti-bukti kegiatan) sehingga saat malas menyerang, saya ingat lagi tujuan menulis saya ini. Agar 5-10 tahun ke depan saya masih bisa mengingat momen-momen yang telah berlalu.
Pentingnya Menuliskan Ulang dan Perbanyak Referensi
Mau bercerita tentang pengalaman jalan-jalan ke Singapura kok sudah banyak yang cerita ya?
Harus mengulas satu produk tertentu tapi hanya dikasih panduan dari brand sebanyak satu halaman saja?
Membuat malas banget untuk mulai menulis ya. Kasus pertama sudah melemahkan di awal, karena berpikir enggak akan banyak yang baca. Sementara kasus kedua membuat kita jadi menuliskan saja apa adanya dari panduan dengan pengulangan beberapa kalimat (atau paragraf).
Sayangnya, kedua hal tersebut sebenarnya bisa dicegah. Mbak Monica menekankan pentingnya banyak-banyak mencari referensi terkait topik yang akan ditulis kemudian tuliskan dengan gaya kita. Setiap manusia berbeda, sehingga walaupun pengalaman yang didapat sama - tentu apa yang dirasakan dan dipikirkan pasti tidak 100% identik.
Menulis Fiksi atau Nonfiksi?
Mbak Monica sudah banyak sekali memiliki karya-karya tulis yang telah terbit dalam bentuk buku, baik berupa tulisan fiksi atau nonfiksi.
Mengutip dari laman
Goodreads Monica Anggen, setidaknya ada 28 buku yang terpajang di sana. Walaupun Mbak Monica bilang lebih sering menulis buku nonfiksi, tapi nyatanya buku-buku fiksi beliau juga banyak sekali (dan saya sudah tertarik dengan beberapa judul - langsung masukin daftar TBR 😄)
Beberapa judul buku miliknya antara lain:
- Nggak Usah Kebanyakan Teori Deh...!
- Yakin Selamanya Mau Di Pojokan?!
- 99 Cara Berpikir Ala Sherlock Holmes
- 99 Cara Mengasah Intuisi ala Sherlock Holmes
- 99 Cara Perbedaan Mengelola Waktu Miliarder vs Orang Biasa
- 99 Cara Bangkit dari Keterpurukan Miliarder vs Orang Biasa
Mengingat Mbak Monica aktif menulis baik fiksi maupun nonfiksi, simak sedikit yuk alasan mengapa harus menulis fiksi atau kenapa fokus di nonfiksi saja juga bisa.
Alasan Menulis Fiksi
Aku tidak tau rasa itu datang. Kita seperti dua kutub magnet yang bersebrangan. Saling tolak menolak sekaligus selalu berusaha untuk tarik - menarik . Aku sama sekali tidak bisa melepaskan tatapanku darimu Aku tidak bisa membiarkanmu menghilang dari pandanganku. Karena ketika itu terjadi... Maka hatiku terasa kosong. - Jang Geun Seok -
Sebagai pecinta drama Korea, membaca blurb novel di atas tentu langsung tertarik dong. Apalagi ketika Mbak Monica cerita tentang alasannya menulis fiksi untuk kepuasan pribadi, saya sungguh setuju dengan pendapat ini.
Saya sendiri memulai rajin menulis novel dengan gaya bercerita fanfiction (tokoh di dalam cerita adalah selebritas ternama). Saat itu rasanya bahagia banget kalau ada sesama fans dari tokoh yang saya ceritakan ikut komentar. Rasa yang sama saya pertahankan saat mulai menulis novel dengan cerita yang saya buat sendiri.
Bagaimana ya menciptakan sebuah dunia yang orang lain bisa related dan membuat mereka komentar 'duh, gue banget nih?'
Komentar-komentar seperti itu adalah pengalaman tertinggi yang bisa saya nikmati sebagai penulis cerita fiksi.
Alasan Menulis Nonfiksi
Buku '99 Cara Berpikir Ala Sherlock Holmes' keluaran tahun 2015 ini menerima paling banyak ulasan di Goodreads. Membuat saya penasaran akan isinya, banyak banget habisnya sampai 99 hal dibahas.
Melihat dari cerita dan riwayat buku karya Mbak Monica, memang area nonfiksi mendominasi. Bisa jadi, karena memang banyaknya permintaan akan buku-buku sejenis dari penerbit. Tidak banyak penulis yang dapat menuliskan buku nonfiksi dengan gaya bertutur yang enak dan tidak terkesan menggurui.
Mungkin itu kuncinya.
Alasan menulis buku nonfiksi haruslah mampu membuat pembacanya dapat menyelesaikan keseluruha buku dan mengambil intisarinya, tanpa keburu jatuh tertidur di tengah-tengah buku (atau saat baru saja membuka kata pengantar).
Semoga dengan membaca sharing dari kelas Mbak Monica tersebut, teman-teman jadi memiliki motivasi menulis yang kuat ya saat ini.
Yuks, mari sama-sama mulai menulis.
Wah iya mbak bener, pengalaman adalah guru terbaik, kalo pengalaman gak ditulis bakal menguap gitu aja sih, beda kalo ditulisbya bisa bermanfaat untuk orang lain, keren mbaak
ReplyDeleteYess aku setuju berbagi pengalaman, berbagi pengalaman. Dengan berbagi pengalaman bisa membesarkan hati jika mempunyai pengalaman yang sama ya :)
ReplyDeleteTerpaksa sosialisasi hehhe.. Ini aku banget, mba.. Eh engga sepenuhnya benar sih. Belajar bersosialisasi mungkin lebih tepat.
ReplyDeleteSoalnya aku introver banget. Sejak nulis di blog,mau ngga mau aku harus belajar bersoalisasi juga.
Wah, saya pun suka sekali dengan drakor. Jang Geun suk termasuk di jajaran idola saya, hehehehe. Suka sama quotenya. Menulis untuk diri sendiri. Sebab sejatinya eksistensi diri itu perlu. Semangat menulis dan terus belajar ya, mbak. Saya pun juga akan begitu, Yeay.
ReplyDeleteWah, ngingetin banget nih gausah kebanyakan alasan untuk mulai nulis ya.. tulis aja untuk diri sendiri..
ReplyDeleteKeep on writing ya sti
ReplyDeleteSelamat sudah menemukan alasan untuk menulis 🙌🏼. Terus Mangats Asti!
ReplyDeleteSemangat menulis terus kk asti
ReplyDeleteSaya juga suka cari segaal sesuatu baik itu review dan pengalaman dari blog sebagai sumber utama, karena ditulis dengan bahasa yang mudah dipahami
ReplyDeletemenebar informasi sekalian belajar ya artinya
ReplyDeleteTerpaksa sosialisasi, hahahaha bener banget, apalagi untuk aku yang introvert ini. Padahal kalau tidak berjejaring, wah, bisa tersingkir dari dunia blogging dan menulis ya?
ReplyDeleteUlasan diblog lebih santai bahasanya, saya juga begitu mbak. Senang mencari review dan pengalaman orang sebelum memutuskan sesuatu
ReplyDeleteemang ngeblog itu sarana nambah ilmu, berkat baca artikel ini aku dapat kata baru PUEBI hehe yang ternyata singkatan :D
ReplyDeleteMenulis dan membaca itu saling berkaitan ya,, tapi sampai sekarang saya masih kesulitan menulis fiksi,, mudahan bisa nulis fiksi untuk dibukukan jadi sejarah hidup,, :)
ReplyDeleteMemulai menulis sungguh berat, alasan-alasan yang ditampilkan sangat simpel yaa untuk diikuti. keren :)
ReplyDeleteAku suka banget alasan menulis untuk diri sendiri, semacam self healing gitu ya kak.
ReplyDeleteAku suka banget ama kutipan di awal tulisan ini. Menulis utk diri sendiri lebih baik, tp emang kalau menulis di ruang publik mau nggak mau kita harus mempertimbangkan pembaca juga y. Kusuka tulisanmu, mbak.
ReplyDeleteMakin semangat ya kak astii yang punya banyakk sekali alasan untuk menulis
ReplyDeleteWkwkwkw bener banget mba, waktu zamannya pakai buku diary itu kalau ada yang baca serasa pengen marah atau menghilang dari permukaan bumi yak.
ReplyDeleteWih jadii ingat dulu punya blog jugaa jaman kuliah, pas dibaca lagi bener2 jadi tracing back memory, should i start writing again? 😂😋
ReplyDeleteKutipan pertamanya memang cocok untuk self reminder mba. Nulis untuk diri sendiri sehingga kita tidak kehilangan jati diri, keren... Semangat terus mba🔥🔥
DeleteBener banget mbak Asti,saya juga pelupa orangnya, jadi dengan menulis kita jadi punya rekaman setiap peristiwa yang sempat ditulis ya mbak.
ReplyDeleteWah, aku suka banget templatenya Mbak Asti. Ukuran hurufnya juga enak banget bacanya.
ReplyDeleteTertohok! 😂😂
ReplyDeleteMemulai kembali menulis begini menantang banget. Thanks udah bikin list ini, Stiii! Salut sama lo yang konsisten menulis di 2 jalur, fiksi sama non fiksi 👏👏
Wish you best of luck!
duluuuu mula mula aku ngeblog juga ingin menjadikan blog sebagai sarana mdokumentasi mba, penyimpan kenangn dan eh berlanjut sampai sekarang alahmdulillah
ReplyDeleteAku galfok sama desain headernya. Cantik dan feminin banget. Btw, alasan menulis kita nggak jauh beda ya mbak. Semangat terus ngeblognya...
ReplyDeleteMba Asti...keren ih tulisannya..
ReplyDeleteMelepaskan penat dan menguraikan kepenatan jadi kebahagiaan emang salah satunya bisa lebwat blogging ya mbak. Kerasa sih, abis diurai gt jadi kerasa kalo lho ternyata nggak bikin bunetk2 amat hal yg kita hadapi ini
ReplyDeleteMenulis untuk orang lain itu yang paling berat Mbak.. Hahaha.. karena sulit sekali menyenangkan orang, apalagi kita tidak bisa mengetahui apa keinginan dan kesukaan mereka.
ReplyDeleteKalau tahu saja, tetap tidak mudah menulis untuk orang lain..
Oleh karena itu, saya memutuskan menulis untuk diri sendiri saja. Kalau ada yang suka syukur, kalau tidak ya terus. Bukan berarti tidak berusaha menulis yang terbaik tapi saya menyingkirkan satu "beban" yang justru jadi hambatan untuk menulis.
Beban mau menyenangkan orang itu kerap menghasilkan kekecewaan kalau tidak berhasil. Malahan jadi penghalang yang tidak menyenangkan
Seperti berlari sambil membawa sekarung beras... wakksss
Berat...