Sunday, December 7, 2025

Aviary Park Bintaro: Liburan Keluarga di Tengah Kota

 


Setiap ada anggota keluarga yang berulangtahun, aku sengaja mengambil cuti di hari itu, untuk memastikan dapat menghabiskan waktu bersama keluarga. Kali ini di bulan September 2025, ulang tahun anak keduaku akhirnya tiba, usia lima tahun. Sebuah angka yang terasa begitu cepat datangnya. Rasanya baru kemarin dia belajar berjalan, sekarang sudah lari terus kalau kami meleng sedikit dan berisik sekali karena apa saja dikomentari. Kami ingin merayakannya dengan cara sederhana tapi berkesan, dan setelah mencari beberapa opsi, akhirnya kami sepakat memilih Aviary Park Bintaro.

Kami datang di hari weekday, sengaja agar suasana lebih lengang. Dan jujur saja, itu salah satu keputusan terbaik yang kami buat.

Begitu masuk area Aviary Park Bintaro, kesan pertamaku langsung mengarah pada dua tempat: Singapore Bird Park dan Batu Secret Zoo di Malang. Bukan karena luasnya, tapi karena penataannya yang rapi, bersih, dan terstruktur. Jalur jalannya jelas, area-area binatang terbagi menjadi beberapa zona tertata tanpa kesan sumpek, dan banyak area terbuka yang membuat kami tidak merasa sesak meski sedang berada di taman satwa.

Pepohonan cukup rindang, jalurnya ramah stroller, dan banyak papan edukasi tentang burung serta satwa lain yang kami lewati. Anak perempuanku langsung antusias membaca nama-nama burung yang asing di telinganya. Sementara adiknya sibuk menunjuk burung sambil sesekali bertanya semangat. Di hari itu, suasana memang cukup sepi. Tidak benar-benar kosong, tapi jauh dari kata ramai. Kami bisa berjalan pelan, berhenti sesuka hati, bahkan sempat mengobrol cukup lama dengan beberapa zookeeper tanpa terburu-buru.


Harga Tiket Masuk Aviary Park Bintaro

Untuk masuk ke area Aviary Park Bintaro, berikut kisaran harga tiket yang kami temukan saat berkunjung:

  • Weekday: sekitar Rp75.000 – Rp85.000 per orang

  • Weekend & libur nasional: sekitar Rp100.000 – Rp125.000 per orang

Harga ini menurutku masih cukup sepadan dengan pengalaman yang didapat, apalagi jika datang membawa anak-anak. Banyak aktivitas yang benar-benar bisa dinikmati, bukan sekadar lihat-lihat.

Kami memulai perjalanan dari area burung-burung kecil terlebih dahulu. Ada burung warna-warni dari Amerika Selatan, burung paruh besar dari Afrika, hingga burung cantik dari Asia. Anak perempuanku yang betah berlama-lama di depan kandang burung paruh bengkok. Dia terpukau melihat warna bulunya yang mencolok.

Zookeeper yang berjaga menjelaskan dengan sabar tentang makanan, habitat asli, dan kebiasaan burung tersebut. Aku merasa, di sinilah nilai lebih Aviary Park, pengalaman edukasinya terasa hidup. 

Memberi Makan Satwa: Favorit Anak-Anak

Salah satu aktivitas yang paling ditunggu tentu saja memberi makan satwa. Dengan jadwal tertentu dan pengawasan petugas, anak-anak bisa merasakan langsung sensasi memberi makan burung dan beberapa hewan lain.

Anakku yang kecil awalnya mundur setengah langkah. Takut, tapi penasaran walau sebenarnya yang diberi makan adalah kura-kura yang jalannya lambat, mungkin karena kalau dilihat dari depan lumayan seram ya mukanya. Tangannya gemetar saat menyodorkan makanan. Tapi setelah kura-kura itu menyambar dengan lembut, ekspresinya langsung berubah jadi senyum lebar penuh kemenangan.


Menonton Pertunjukan Burung: Edukatif dan Menghibur

Kami juga sempat menyaksikan bird show. Pertunjukan ini memperlihatkan burung-burung yang dilatih terbang bebas, kembali ke pawangnya, dan melakukan atraksi ringan. Anak perempuanku terlihat sangat terkesan melihat burung besar terbang melintasi kepala kami.

Pertunjukan burung menjadi salah satu momen paling seru dalam kunjungan kami ke Aviary Park hari itu. Area pertunjukannya berupa auditorium terbuka, dengan kursi-kursi yang menghadap langsung ke panggung alami. Anak laki-laki bungsuku yang biasanya paling aktif justru terlihat paling fokus memperhatikan setiap gerakan. Ia mengikuti arahan pemandu, mendengarkan cerita tentang burung-burung tersebut dengan antusias, hingga akhirnya dengan percaya diri mengangkat tangan dan menjawab salah satu pertanyaan. Ia pun mendapat sebuah pin Aviary Park sebagai hadiah kecil.

Setelah pertunjukan selesai, kami masih diberi kesempatan untuk berfoto bersama salah satu burung. Tanpa berpikir panjang, kesempatan itu langsung dimanfaatkan oleh anakku. Sebagai orang tua, aku menyukai bagaimana pertunjukan ini tidak hanya menyuguhkan atraksi, tapi juga menyisipkan edukasi tentang pelestarian hewan.


Melepas Kupu-Kupu: Momen yang Lembut dan Puitis

Salah satu momen paling tenang hari itu adalah saat kami ikut sesi melepas kupu-kupu ke alam bebas. Anak perempuanku memegang kupu-kupu dengan hati-hati, seolah takut membuatnya terluka. Ketika kupu-kupu itu perlahan mengembangkan sayapnya dan terbang, matanya berbinar.

Kami juga sempat berfoto bersama beberapa satwa jinak. Dengan pengawasan ketat dari petugas tentunya. Anak laki-lakiku yang biasanya aktif luar biasa, kali ini justru tenang saat berhadapan dengan hewan. Ajaib bagaimana alam bisa menenangkan anak-anak dengan caranya sendiri.

Aktivitas Permainan: Energi Anak yang Tak Pernah Habis

Di satu area khusus, tersedia wahana gokart untuk anak-anak. Inilah momen di mana anak-anakku benar-benar menghabiskan sisa energinya. Tawa mereka bersahut-sahutan, sementara aku dan ayahnya duduk di pinggir lintasan, menikmati momen sederhana yang entah kenapa terasa sangat mahal.

Anak perempuanku, yang hari itu berulang tahun, melaju dengan penuh percaya diri. Usia 10 tahun memang masa di mana anak mulai merasa “besar”.

Selain itu ada juga kereta-keretaan yang memiliki jalur melewati beberapa area di aviary park dengan model terbuka. Kami berkesempatan menaikinya dan bisa berputar 2x sambil mengagumi area Aviary park dengan posisi nyaman. 

Siang itu awalnya terik luar biasa. Kami bahkan sempat berpacu dengan matahari agar tidak terlalu lelah berkeliling. Tapi menjelang jam makan siang, langit berubah wajah. Angin kencang datang, disusul hujan deras yang nyaris seperti badai.

Alih-alih panik, kami justru tertawa. Anak-anak bersorak melihat hujan. Kami akhirnya memutuskan untuk makan siang di salah satu restoran yang tersedia di dalam area Aviary Park sambil menunggu hujan reda. Restoran di dalam kawasan ini cukup nyaman. Menunya beragam, mulai dari makanan Indonesia hingga menu internasional yang ramah anak. Kami memesan menu sederhana: nasi goreng, ayam goreng, sup, dan minuman hangat.

Suasana Weekday yang Menguntungkan

Datang di hari biasa memberi kami banyak keuntungan:

  • Tidak perlu antre panjang

  • Anak-anak bisa lebih bebas berinteraksi

  • Bisa berbincang lama dengan zookeeper

  • Foto-foto lebih leluasa

  • Tidak terburu-buru berpindah spot

Kami benar-benar bisa menikmati setiap sudut tanpa merasa dikejar waktu atau keramaian.

Saat hujan mulai reda, kami berjalan pelan menuju pintu keluar. Udara setelah hujan terasa lebih segar. Anak-anak terlihat lelah, tapi bahagia. Di mobil, mereka tertidur bahkan sebelum kami meninggalkan area parkir.

Liburan singkat di Aviary Park Bintaro bukan hanya tentang melihat burung atau bermain wahana. Ini tentang merayakan hidup, tentang menemani anak bertumbuh, tentang tawa kecil di tengah hujan, tentang makan siang sederhana yang terasa istimewa. Untuk kami, tempat ini bukan sekadar taman satwa, tapi sebuah ruang kenangan yang akan selalu kami ceritakan kembali suatu hari nanti.

Kopikina Cikini Pilihan Work From Cafe di Jakarta

 



Siang hari itu saya berniat mencari tempat untuk bekerja beberapa jam di area Cikini, setelah sebelumnya ada acara di sekitar situ. Area Cikini cukup menyenangkan untuk saya karena lokasi stasiun keretanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki ke rumah saya di area Depok. Seperti biasa, kebutuhan saya untuk WFH atau WFC sederhana: tempat yang punya colokan, WiFi yang stabil, suasana yang tidak terlalu bising, dan kalau bisa, tentu saja makanan dan minuman yang enak dengan harga terjangkau. Tapi ternyata, yang saya temukan hari itu jauh lebih dari sekadar tempat singgah untuk WFH. Saya menemukan Kopikina, sebuah coffee shop yang bukan hanya nyaman, tapi juga terasa hangat, bersahabat, dan bikin betah.

Saat masuk ke dalamnya, suasana cozy langsung terasa, mungkin karena nuansa kayu yang mencolok, terasa seperti masuk ke teras rumah. Saya memilih duduk di sudut dekat pintu masuk, persis di balik kaca besar yang menghadap ke area luar. Posisi ini terasa pas, cukup dekat dengan keramaian, tapi tetap terasa “terpisah”. Dari kursi saya, pemandangan jalan Cikini jelas terlihat.

Meski menjelang jam makan siang suasana semakin ramai, area tempat saya duduk tetap terasa aman dan nyaman untuk bekerja. Suara obrolan terdengar seperti gumaman latar, tidak mendominasi. Ditambah lagi, lokasi duduk saya dekat dengan colokan listrik, memastikan laptop dan ponsel aman, baterai tidak jadi kecemasan.

Pencahayaan di area ini terasa pas. Tidak terlalu terang, tapi juga tidak redup. Cahaya alami dari luar masuk melalui kaca besar, memantul lembut ke meja dan layar laptop saya. Rasanya seperti bekerja di ruang transisi antara dunia luar yang sibuk dan dunia saya yang fokus.


Kesibukan Menjelang Makan Siang, Tapi Tetap Nyaman untuk Fokus

Sekitar pukul sebelas siang, suasana Kopikina mulai berubah. Beberapa pengunjung datang berkelompok, sebagian tampak seperti rekan kerja yang akan makan siang bersama. Ada juga yang baru datang dengan laptop di tangan, mungkin berniat bekerja seperti saya. Untuk saya, meski ramai, suasananya tidak terasa bising.

Saya sempat melakukan video conference singkat via Gmeet dan suara lawan bicara terdengar jelas, tanpa harus menaikkan volume berlebihan. Dari sisi saya pun, suara saya bisa terdengar dengan baik. Ini menjadi salah satu indikator penting bahwa Kopikina memang cukup serius memperhatikan kenyamanan pengunjung untuk bekerja.

Awalnya, saya memang hanya berniat memesan kopi dan snack ringan. Tapi waktu berjalan lebih cepat dari yang saya kira. Tanpa terasa, jam sudah mendekati makan siang. Saya pun membuka menu lagi, kali ini lebih serius memperhatikan pilihan makanan berat.

Pilihan saya jatuh pada nasi goreng khas Kopikina, menu yang ternyata cukup sering direkomendasikan oleh pengunjung lain. Keputusan yang sangat tepat.

Suapan pertama langsung memberi kesan yang jelas: rasanya gurih, tidak terlalu berminyak, dengan keseimbangan bumbu yang pas. Ada rasa smokey tipis yang biasanya muncul dari nasi goreng yang dimasak dengan api cukup besar. Potongan lauknya tidak pelit, dan porsinya pas untuk mengisi perut tanpa membuat terlalu berat untuk lanjut bekerja.

Tentu saja, WFH di coffee shop tidak pernah lengkap tanpa secangkir kopi. Kopi yang saya pesan di Kopikina terasa cocok untuk selera saya, tidak terlalu asam, tidak terlalu pahit, dan punya body yang nyaman di tenggorokan. Ini jenis kopi yang bisa diminum perlahan sambil mengetik, bukan yang harus diminum cepat karena terlalu menampar lidah.


Salah satu alasan utama kenapa saya betah berlama-lama di Kopikina adalah suasananya yang terasa ramah untuk bekerja. Tidak ada kesan “dipaksa cepat pergi”, seperti beberapa tempat yang terlalu ramai dan tidak menyediakan cukup ruang untuk duduk lama.

Posisi duduk saya yang menghadap ke kaca besar juga memberi keuntungan visual. Saya bisa sesekali mengalihkan pandangan dari layar laptop ke luar, melihat dunia berjalan, tanpa benar-benar hanyut di dalamnya. Ini adalah jenis distraksi yang justru menenangkan, bukan melelahkan.

Ada banyak tempat ngopi yang mengaku ramah untuk WFH, tapi tidak semuanya benar-benar nyaman saat dipakai bekerja lebih dari satu jam. Di Kopikina, saya tidak merasa diburu waktu. Tidak ada gestur tak sabar dari staf, tidak ada tekanan untuk segera mengosongkan meja.

Saya bekerja tanpa merasa “menumpang”. Bahkan setelah menyelesaikan makan siang, saya masih melanjutkan pekerjaan beberapa saat, menyelesaikan satu per satu to-do list yang sejak pagi menumpuk. 

Salah satu hal yang membuat Kopikina terasa nyaman adalah soal harga. Untuk ukuran area Cikini, harga menu di sini masih tergolong masuk akal. Baik kopi maupun makanan beratnya terasa sepadan dengan kualitas rasa dan suasana yang ditawarkan.

Nasi goreng khas Kopikina yang saya pesan tidak hanya mengenyangkan, tapi juga memberi pengalaman rasa yang menyenangkan. Ini penting, karena sering kali tempat nyaman justru mengorbankan kualitas makanan. Di sini, keduanya berjalan seimbang.


Kopikina adalah Tempat Singgah yang Menenangkan

Tanpa terasa, saya menghabiskan waktu lebih lama dari yang saya rencanakan. Awalnya hanya ingin WFH sebentar, ternyata pekerjaan mengalir dengan nyaman. Bahkan setelah tugas-tugas utama saya selesai, saya masih duduk beberapa saat, menikmati suasana, menghabiskan kopi, dan membiarkan diri saya benar-benar hadir di momen itu.

Hari itu, saya tidak hanya menemukan tempat untuk bekerja. Saya menemukan ruang untuk bernapas. Sebuah sudut kecil di Cikini yang memberi saya ritme baru: bekerja tanpa terburu-buru, makan siang tanpa rasa bersalah karena meninggalkan laptop, dan menikmati kopi tanpa harus merasa canggung duduk terlalu lama.

Kopikina menjadi pengingat bahwa WFH tidak selalu harus dilakukan dari kamar atau meja kerja yang sama setiap hari. Terkadang, mengganti suasana justru membantu kita menemukan kembali fokus yang sempat hilang.

Jika suatu hari kamu butuh tempat untuk WFH dengan suasana cozy, pemandangan jalan yang hidup, dan makanan yang memuaskan, mungkin Kopikina adalah jawaban yang sedang kamu cari.

Sunday, November 30, 2025

Perpustakaan GROWTHUB BSI: Ruang Kerja dan Baca yang Tenang di Pusat Jakarta

 


Ada hari-hari ketika kita membutuhkan tempat yang tenang, nyaman, tapi tetap dekat dengan pusat keramaian. Hari itu, saya dan seorang teman sama-sama butuh tempat untuk WFH sebelum menonton film di dekat situ. Karena ingin suasana baru sekaligus ruang kerja yang tidak bising, kami memutuskan untuk mencoba Perpustakaan GROWTHUB BSI, perpustakaan milik Bank Syariah Indonesia yang ternyata dibuka untuk umum.

Lokasinya mudah ditemukan melalui Google Maps, cukup ketik “GROWTHUB BSI Library” dan kamu akan diarahkan ke gedung modern dengan suasana profesional. Jujur, saya tidak punya ekspektasi besar saat datang. Saya pikir mungkin perpustakaannya kecil, hanya formalitas kantor, atau mungkin aksesnya terbatas. Senangnya ternyata saya salah besar. Areanya memang kecil, namun akses, fasilitas dan koleksi bukunya cukup lengkap. 

Begitu masuk, udara dingin AC dan aroma buku langsung menyambut kami. Ruangannya tidak besar, tapi sangat well-designed. Tidak ada kesan formal berlebihan seperti perpustakaan kantor pada umumnya. Yang muncul justru perasaan hangat dan lapang, sebuah perpaduan antara ruang kerja, ruang santai, dan ruang baca dalam satu area.

Interior perpustakaan ini memancarkan gaya modern minimalis yang langsung terasa begitu kami melangkah masuk. Palet warna natural mendominasi ruangan, membuat mata terasa rileks dan pikiran otomatis lebih tenang. Pencahayaan lembut menyebar dari lampu-lampu yang ditempatkan dengan cermat, tidak menyilaukan, tapi cukup terang untuk membaca atau bekerja tanpa harus memicingkan mata.

Lantainya bersih dan terawat, memberikan kesan rapi yang menambah kenyamanan saat duduk berlama-lama. Rak-rak bukunya tersusun rapi, setiap judul terlihat jelas dan mudah dijangkau, seolah mengundang pengunjung untuk mengambil satu untuk membacanya. 

Walaupun GROWTHUB ini berada dalam gedung perusahaan perbankan, mereka membuatnya terasa sangat welcoming untuk pengunjung umum. Security di lobi Wisma Mandiri dan staf perpusatakaan ramah, mengarahkan kami ke area mana pun yang nyaman digunakan.

Tata Ruang GROWTHUB: Tiga Area Kerja dan Satu area Sofa 

Setelah observasi singkat, kami menyadari bahwa GROWTHUB BSI punya empat area utama yang bisa dipilih sesuai kebutuhan:

1. Area Meja Kerja – Tenang dan Ideal untuk WFH

Ada tiga cluster meja kerja, masing-masing dilengkapi kursi nyaman dan colokan. Area ini paling cocok untuk yang ingin:

  • membuka laptop,

  • meeting online dengan suara minim,

  • fokus mengerjakan tugas kantor, atau

  • menyelesaikan deadline.

Mejanya cukup luas, jadi kami bisa menata laptop dan minuman tanpa berdesakan.

2. Area Sofa – Zona Baca yang Lebih Ramai

Area santai di GROWTHUB BSI ternyata jauh lebih cantik daripada bayangan saya. Pencahayaan lembut di setiap rak membuat buku-buku itu seolah bersinar, tapi cukup untuk menciptakan nuansa hangat dan mengundang siapa pun untuk duduk dan membuka halaman pertama.

Di depan rak itu, berjajar kursi-kursi empuk berwarna abu muda, modelnya simpel tapi nyaman sekali untuk membaca atau sekadar duduk santai. Suasananya benar-benar terasa seperti lounge modern: rapi, bersih, dan menenangkan. Meja bundar di tengah memberi ruang untuk meletakkan laptop, buku, atau minuman, dan banyak pengunjung terlihat menggunakan area ini untuk bekerja ringan atau melanjutkan bacaan mereka.

Dari sudut tempat saya membuka laptop, perpaduan rak penuh buku dan sofa cozy ini terasa seperti ruang kecil yang indah, tempat yang membuatmu ingin duduk sedikit lebih lama, entah untuk bekerja, membaca, atau sekadar menikmati momen istirahat dari dunia luar.


GROWTHUB punya daya tarik unik yang langsung terasa sejak pertama kali berkunjung. Walaupun berada di dalam gedung perkantoran, perpustakaan ini sepenuhnya terbuka untuk publik tanpa batasan apa pun. Pengunjung tidak perlu kartu anggota, tidak harus menjadi nasabah, dan tidak disodori prosedur ribet yang membuat enggan. Cukup datang, mengisi buku tamu, lalu silakan menikmati area perpustakaan. 

GROWTHUB menghadirkan suasana yang gratis, rapi, dan tenang, lengkap dengan fasilitas yang nyaman untuk bekerja ataupun membaca. Saat ini Wi-Fi publik memang belum tersedia, namun staf memastikan bahwa jaringan internet sedang proses pemasangan dan akan segera aktif dalam waktu dekat. Meskipun begitu, kualitas ruang dan atmosfernya sudah lebih dari cukup untuk menjadi tempat singgah favorit bagi siapa saja yang membutuhkan fokus atau jeda sejenak dari keramaian..

Cerita Kami: Ngejar Deadline Sebelum Menonton Film

Kami datang dengan rencana yang sangat sederhana. Tujuannya hanya ingin mencari tempat tenang untuk WFH selama satu sampai dua jam sebelum menonton film siang itu. Namun situasinya berubah begitu kami duduk di salah satu area meja. Suasananya begitu nyaman dan fokus, sampai-sampai kami langsung tenggelam dalam pekerjaan masing-masing. Teman saya sibuk merampungkan revisi tulisan tanpa terdistraksi sementara saya mengecek dan membalas beberapa e-mail kantor. Ruangan memang tidak penuh, tapi tetap hidup dengan ritme yang tenang dan tidak mengganggu.

Sesekali pandangan kami melayang ke area sofa yang suasananya lebih dinamis, berisi orang-orang yang membaca atau berbincang pelan. Area itu terlihat hangat dan bersahabat, namun tetap tidak cukup ramai untuk memecah konsentrasi.. Kami pun menyadari beberapa hal yang membuat pengalaman bekerja di sini begitu mulus karena kursinya nyaman dan tidak bikin cepat pegal, mejanya cukup luas untuk menampung laptop, buku, dan minuman, AC-nya dingin namun tetap sopan pada kulit, dan pencahayaan lembut membuat mata tidak cepat lelah. Sinyal internet juga kuat, meskipun kadang kami tetap mengandalkan hotspot pribadi karena Wi-Fi publik belum tersedia. 

Ada satu momen lucu ketika saya menoleh ke teman saya dan berkata, “Ini tempat enak banget buat WFH. Kenapa kita baru tahu sekarang?” Ia hanya tersenyum kecil sambil tetap mengetik, seakan-akan tubuhnya sudah menyatu sepenuhnya dengan kursi dan meja itu. Momen singkat ini cukup menggambarkan betapa nyamannya ruang tersebut. 

Koleksi Buku: Tidak Besar, Tapi Tertata Cantik dan Cukup Variatif

GROWTHUB bukan perpustakaan raksasa seperti Perpusnas. Tapi koleksinya cukup:

  • buku bisnis,

  • keuangan,

  • self-development,

  • literasi syariah,

  • novel ringan,

  • dan beberapa buku referensi.

Rak bukunya bersih dan rapi. Buku-buku yang dipajang banyak yang terlihat baru, seperti memang diperbarui secara berkala.

Saya mengambil satu buku self-improvement dan membacanya sebentar. Tempatnya tenang, jadi saya bisa membaca tanpa terganggu.


Ambience: Tenang, Lapang, dan Nyaman Tanpa Pretensi

Yang membuat perpustakaan ini melekat di ingatan saya bukan hanya fungsinya sebagai tempat kerja, tapi juga ambience yang mereka bangun:

  • tidak terlalu formal,

  • tidak terlalu “korporat”,

  • tidak terlalu sunyi yang membuat canggung,

  • dan tidak terlalu ramai seperti coworking space gratis di mall.

Ada keseimbangan yang jarang saya temukan di ruang publik:
tenang, tapi hidup.

Rasanya seperti tempat yang mendukung orang untuk produktif tanpa memberi tekanan apa pun.

Di awal tahun ini, suasana perpustakaan justru terasa lebih fresh, mungkin karena masih dalam vibe Tahun Baru, banyak yang kembali bekerja dengan energi baru, atau mungkin karena tempat ini memang dikelola dengan baik.

Cocok untuk Siapa Saja? Sangat Cocok!

Setelah beberapa jam di sana, saya bisa bilang GROWTHUB BSI cocok untuk:

1. Mahasiswa

buat tugas, nulis esai, atau belajar kelompok di area sofa.

2. Freelancer & Remote Worker

sebagai alternatif coworking space gratis.

3. Pekerja kantoran

yang butuh kabur sebentar dari suasana kantor.

4. Mereka yang menunggu meeting

karena banyak kantor dan titik pertemuan di sekitar lokasi.

5. Pembaca buku

yang ingin duduk di sofa sambil menikmati suasana tenang.


Hal yang Harus Kamu Tahu Sebelum Datang

Sebelum berkunjung ke GROWTHUB, ada beberapa hal kecil yang patut kamu tahu agar pengalamanmu lebih nyaman. Perpustakaannya memang tidak terlalu besar, jadi kalau datang di jam-jam sibuk, ruangannya bisa terasa sedikit lebih padat dari biasanya. Aturan lain yang perlu diperhatikan adalah larangan membawa makanan berat ke dalam. Minum masih diperbolehkan, tetapi makan siang atau camilan besar sebaiknya dinikmati di luar area perpustakaan.

Bagian sofa biasanya menjadi titik yang paling ramai karena suasananya lebih santai dan sering dipilih pengunjung untuk membaca atau sekadar duduk-duduk. Jika kamu membutuhkan ketenangan ekstra atau ingin bekerja lebih fokus, area meja akan jauh lebih cocok. Jangan lupa membawa charger karena meskipun colokan tersedia, membawa peralatan sendiri membuatmu lebih tenang. Toiletnya juga mudah dijangkau, berada tidak jauh dari area perpustakaan sehingga kamu tidak perlu keluar atau berjalan jauh saat butuh istirahat sejenak, walau memang harus membuat kita meninggalkan area perpustakaan. 

GROWTHUB BSI memberi pengalaman yang tenang, nyaman, dan mudah diakses untuk siapa saja yang ingin bekerja, membaca, atau sekadar beristirahat di ruang publik yang rapi. Meski belum ada Wi-Fi, suasananya sudah sangat mendukung untuk fokus maupun santai. Kalau kamu butuh tempat WFH alternatif atau ingin mencoba suasana baru yang gratis dan nyaman, perpustakaan ini layak banget untuk dikunjungi. Datanglah dan rasakan sendiri kenyamanan ruangnya.


Halo Seoul Bintaro Xchange 2: Pengalaman Makan Siang Keluarga dengan Cita Rasa Korea

 

Ada sesuatu yang selalu membuat makan siang keluarga terasa istimewa. Bukan hanya soal makanan, tapi perpaduan antara kumpul bersama orang-orang tersayang, suasana restoran yang menyenangkan, dan momen kecil yang akhirnya menjadi kenangan besar. Makan siang kami di Halo Seoul yang terletak di Bintaro Jaya Xchange Mall 2 adalah salah satu momen langka itu.

Hari itu, kami datang bukan sekadar untuk makan, kami datang untuk merayakan ulang tahun anak kedua saya yang genap berusia lima tahun. Kami datang berenam: saya, suami, anak perempuan kami yang berusia sembilan tahun, si kecil yang berulang tahun, ayah saya, dan adik perempuan saya. Terus terang saja selera makan kami berenam sungguh berbeda, maka Halo Seoul terasa seperti pilihan yang tepat karena variasi menunya yang lengkap, rasa yang familiar dengan mulut orang Indonesia kebanyakan, dan suasana cozy yang mengundang.

Halo Seoul BxC Mall 2: Resto Baru yang Viral

BXc Mall 2 adalah salah satu mall baru yang lagi ramai dibicarakan. Dan Halo Seoul berada di salah satu sudutnya, tampil dengan desain modern khas Korea yang cerah, hangat, dan langsung mencuri perhatian siapa pun yang lewat. Meskipun kami datang tidak lama setelah mereka buka hari itu, restoran sudah mulai dipadati pengunjung. Suasananya hidup tapi tidak berisik, ramai tapi masih sangat nyaman untuk makan bersama keluarga.

Bagian dalamnya didominasi warna-warna netral dan warm tone: kayu muda, kursi empuk, dan lampu-lampu gantung lembut yang menambah sensasi hangat. 

Saat memasuki area restoran menjelang makan siang, kami sudah tertarik dengan area yang berada cukup di bagian dalam setelah melihat review di Googke Map. Staf restoran pun menuntun kami ke area agak belakang, dekat jendela kaca besar yang langsung menghadap ke taman terbuka BXc Mall. Sinar matahari masuk dengan lembut, memberi kesan segar dan membuat meja kami jadi seperti “ruang pribadi” kecil di tengah restoran yang cukup ramai.

Pilihan Menu yang Beragam

Hari itu kami memilih semuanya menu ala carte, karena kami ingin merasakan beberapa menu andalan Halo Seoul satu per satu. Dan jujur saja semua pilihan kami tidak ada yang mengecewakan.

Berikut rangkaian makanan yang kami pilih, lengkap dengan kesan rasanya dan perkiraan harga yang umum ditawarkan Halo Seoul:

1. Tteokpokki – Rp 68.000

Tidak ada makan ala Korea tanpa tteokbokki. Saus gochujang-nya kental, pedas-manisnya pas, dan rice cake-nya kenyal tanpa keras. Anak saya yang pertama suka sekali tteokpokki dan meski saya atau ayahnya sering membuatkannya untuk bekal sekolah, tapi dia tidak pernah puas. Kali ini pun menu yang dipilihanya adalah tteokpokki.

2. Japchae – Rp 78.000

Mi kaca yang lembut, bumbu yang manis-gurih, dan topping sayurnya terasa fresh. Pas untuk semua usia, termasuk ayah saya yang lidahnya lebih cocok makanan rumahan.

3. Korean Fried Chicken (Half) – Rp 110.000

Kami pilih dua rasa:

  • soy garlic

  • spicy yang sedikit pedas

Kriuknya tahan lama dan sausnya melimpah. 

4. Kimchi Jjigae – Rp 72.000

Kuah panas dengan aroma kimchi yang menggugah selera. Disajikan mendidih, isian tofu dan potongan dagingnya lembut. Ini comfort food yang cocok dinikmati sambil melihat pemandangan taman.

5. Bibimbap – Rp 85.000

Disajikan cantik dengan topping sayur warna-warni. Setelah diaduk bersama gochujang, rasanya seimbang karena segarnya sayur, hangatnya nasi, dan sedikit pedas menghadirkan sensasi yang memuaskan.

6. Bulgogi Rice Bowl – Rp 68.000

Ini favorit suami saya. Daging bulgogi yang manis-gurih, potongannya lembut, porsinya cukup besar. Anak-anak juga bisa makan ini tanpa merasa pedas.

7. Mandu (Korean Dumplings) – Rp 45.000

Mandu-nya besar dan juicy. Kami pesan dua porsi karena satu porsi hilang dalam hitungan menit.

8. Ramyeon – Rp 55.000

Tidak lengkap ke restoran Korea tanpa ramyeon. Varian standar tapi dibuat dengan garnish yang bikin terasa lebih “niat”: telur setengah matang, sayur, dan nori. 


Dalam beberapa restoran, makanan hanya terlihat enak. Tapi di Halo Seoul hari itu, makanannya bukan hanya terlihat enak, tapi benar-benar enak.

Semua hidangan datang dengan temperatur pas, plating rapi, porsi cukup, dan rasa yang tidak mengecewakan.

Tidak hanya makanan, minuman pun pesanan kami bervariasi. Minuman yang datang ke meja kami siang itu seperti parade kecil yang manis. Anak-anak langsung bersorak saat melihat es batu berkilauan dan potongan buah yang mengapung di permukaan. Dari iced tea klasik sampai soda dingin, semuanya terlihat begitu menggoda, apalagi kami makan di siang hari yang lumayan terik ya. Menu minuman yang  mencuri perhatian tentu saja Honey Yuzu, minuman berwarna cerah dengan irisan lemon di antara es batu. Rasanya manis-asam, segar, dan punya aroma citrus yang bikin semangat naik beberapa level. Kata stafnya, minuman ini sering dipesan karena kabarnya terinspirasi dari salah satu member BTS yang suka yuzu tea. 

Minuman lain seperti iced lemon tea, lychee tea, dan cola dingin juga dipesan oleh anggota keluarga saya yang lain. Setiap gelas datang dengan tampilan cantik, sederhana, tapi terasa thoughtful, pas dipadukan dengan makanan Korea yang penuh bumbu. Anak-anak sibuk memilih gelas mana milik siapa, sementara orang dewasa mencicipi satu sama lain, dan untuk sesaat, meja kami penuh tawa, bunyi es yang saling beradu, dan pemandangan minuman segar yang memantulkan cahaya keemasan dari luar jendela. 


Ambience Restoran: Cozy, Hangat, dan Instagrammable Tanpa Berlebihan

Halo Seoul terasa menyenangkan bukan hanya makanannya, tapi ambience-nya. Suasana di Halo Seoul terasa nyaman sejak pertama kali kami duduk. Pencahayaan yang warm dan tidak terlalu terang membuat area makan terasa hangat dan mengundang untuk bersantai lebih lama. Interiornya didominasi kayu dan sentuhan warna kuning pastel, menciptakan atmosfer yang rileks dan menenangkan, cocok untuk makan siang keluarga yang ingin dinikmati perlahan. Musik latarnya diputar pelan, cukup terdengar untuk memberi nuansa, tetapi tidak sampai mengganggu obrolan satu meja pun.

Salah satu yang membuat kami semakin betah adalah penempatan meja yang tidak terlalu rapat, memberi ruang bernapas dan membuat kami merasa nyaman meski restoran cukup ramai. Dan tentu saja, jendela besar di samping meja kami menjadi highlight terbesar. Cahaya alami masuk lembut, memperlihatkan pemandangan hijau taman BXc Mall di luar—membuat pengalaman makan siang terasa lebih segar, terbuka, dan sedikit seperti makan di teras pribadi. Semua elemen ini berpadu menciptakan suasana yang hangat dan menenangkan, persis yang kami butuhkan untuk merayakan momen keluarga.

Restorannya memang ramai, tapi tidak sampai membuat pusing. Setiap orang bisa menikmati ruangnya sendiri. Untuk mall yang baru buka, energi restorannya terasa matang.

Halo Seoul di Bintaro Jaya Xchange Mall 2 memberi kami lebih dari sekadar makanan enak. Ia memberi kami tempat kecil yang hangat untuk merayakan ulang tahun anak saya dengan sederhana tapi penuh cinta. Dari pemandangan jendela besar, meja yang cozy, makanan yang enak, hingga tawa anak-anak, semuanya membentuk rangkaian memori yang akan saya ingat lama.

Kalau kamu ingin makan keluarga yang nyaman, intimate, dan punya rasa memuaskan, Halo Seoul BXc Mall 2 bisa jadi pilihan terbaik untuk dicoba.


Sunday, November 23, 2025

Menjelajah Gwangjang Market: Surga Kuliner Seoul

 



Kalau ada satu tempat di Seoul yang bisa bikin kamu merasa benar-benar menyatu dengan denyut nadi kota, jawabannya adalah Gwangjang Sijang/Gwanjang Market. Pasar ini bukan sekadar tempat makan, bukan juga sekadar destinasi wisata, tapi juga pengalaman budaya yang hidup. Sebagai solo traveler perempuan, datang ke sini rasanya seperti memasuki halaman pertama dari novel perjalanan yang seru: penuh kejutan, terasa aman, dan tentunya, penuh godaan makanan-makanan yang enak. 

Tapi sebelum aku ceritakan keseruannya, mari kita kembali ke asal-usul pasar yang satu ini.

Asal-usul Gwangjang Sijang: Dari Pasar Tradisional ke Ikon Wisata Dunia

Gwangjang Market dibangun pada tahun 1905, menjadikannya pasar permanen tertua di Korea Selatan. Pada masa itu, pasar tradisional biasanya bersifat tidak permanen, hanya dibangun dengan tenda, digelar musiman, dan sering berpindah lokasi. Namun pemerintah kota Seoul (yang saat itu masih dalam masa modernisasi awal) ingin menciptakan pasar tetap yang lebih tertata, sehingga lahirlah Gwangjang Market.

Seiring berjalannya waktu, pasar ini berkembang dari sekadar pasar tradisional menjadi pusat perdagangan besar. Di sini dijual berbagai barang: kain sutra, hanbok, peralatan rumah tangga, mainan, hingga barang antik. Namun ada satu hal yang perlahan mengangkat nama Gwangjang Market sampai mendunia: makanan.

Terkenal luas secara internasional ketika Gwangjang Market muncul di serial Netflix “Street Food, yang mengangkat kisah para penjual makanan legendaris di sana, termasuk penjual bindaetteok (pancake kacang hijau) terkenal yang kisah hidupnya menyentuh hati banyak orang. Sejak saat itu, pasar ini tidak pernah sepi pengunjung internasional.

Memulai Petualangan Kuliner di Gwangjang Market

Aku mengunjungi Gwangjang Market sebagai solo traveler perempuan, dan rasanya menyenangkan banget. Tempat ini ramai, tapi tidak intimidatif. Suasana sibuknya terasa hangat, penjualnya ramah, dan aroma makanannya? Jangan ditanya bikin kamu pengen langsung duduk di bangku terdekat dan pesan sesuatu. Memang untuk yang belum bisa berbahasa Korea akan sedikit mengalami hambatan, tapi gunakan ponsel kita atau tunjuk langsung saja menu yang diinginkan, biasanya mereka sudah ada harganya juga kok jadi tidak perlu khawatir akan bingung bagaimana cara memesan dan membayar. 

Begitu masuk ke area pasar dan makanan, kamu akan melihat barisan kedai berbentuk stall yang berjajar rapat. Setiap stall punya bangku kecil yang dikelilingi pelanggan lokal dan wisatawan mancanegara. Penjualnya biasanya perempuan-perempuan paruh baya yang energinya luar biasa. Mereka akan menyambutmu dengan sapaan semangat, bahkan kadang dengan bahasa Inggris sederhana untuk menawarkan kedai mereka.

Aku duduk di salah satu kedai secara random, karena itulah cara terbaik menjelajahi pasar ini. Tapi kalau kamu mau rekomendasi yang lebih terarah, berikut daftar hidangan yang wajib kamu coba di Gwangjang Market, yang sebagian besar juga banyak direkomendasikan di platform seperti Klook.


Rekomendasi Makanan Wajib Coba di Gwangjang Market

1. Bindaetteok (Pancake Kacang Hijau)

Bahan dasar bindaetteok adalah kacang hijau yang digiling halus, dicampur daun bawang, sayuran, dan kadang daging cincang atau kimchi. Digoreng di atas wajan besar yang penuh minyak panas, bindaetteok menghasilkan tekstur crispy di luar dan lembut di dalam. Ini salah satu makanan paling ikonik di Gwangjang Market—bahkan beberapa kedai sudah berjualan lebih dari 40 tahun.

Rasa: gurih, smoky, dan sangat mengenyangkan.
Cocok untuk: kamu yang suka makanan berat dan beraroma tradisional.

2. Mayak Gimbap

Kalau kamu sudah lama ingin coba gimbap asli Korea, mayak gimbap wajib masuk daftar. Ini gimbap mini berisi wortel, bayam, telur, dan lobak kuning, disajikan dengan saus mustard manis-pedas yang bikin ketagihan. Nama “mayak” berarti “narkoba” tentunya hanya sebagai metafora betapa bikin nagihnya makanan ini.

Rasa: ringan tapi flavorful, dan makin enak kalau dicocol sausnya.
Cocok untuk: camilan cepat sambil jalan-jalan.

3. Tteokbokki Pedas Manis

Di Gwangjang Market, kamu bisa menemukan tteokbokki dengan tekstur rice cake yang lebih kenyal dan kuah bumbu yang pekat. Sambal gochujang-nya terasa seimbang: pedas, manis, dan sedikit smoky.

Cocok untuk: pecinta pedas yang ingin coba versi street food paling autentik.

4. Eomuk (Fish Cake Skewer)

Disajikan dalam sup hangat, ini makanan sederhana, murah, dan comforting. Sangat cocok kalau datang saat cuaca dingin.

Rasa: lembut dan gurih, bikin badan hangat.
Cocok untuk: break ringan sebelum lanjut kulineran.

5. Yukhoe (Beef Tartare)

Yukhoe adalah daging sapi mentah yang diiris tipis, dicampur minyak wijen, pir Korea, bawang putih, dan kuning telur mentah di atasnya. Rasanya segar, manis, dan lembut.

Cocok untuk: kamu yang doyan challenge kuliner dan ingin coba rasa Korea yang autentik.

6. Mandu (Korean Dumplings)

Kamu bisa temukan pangsit kukus, panggang, atau goreng. Varian isi: daging, kimchi, sayuran.

Rasa: juicy dan hangat.
Cocok untuk: menu sharing dengan keluarga.

7. Japchae

Mi kaca khas Korea yang ditumis dengan sayuran dan ayam atau daging.

Rasa: manis gurih dengan tekstur kenyal.
Cocok untuk: makanan yang tidak terlalu pedas.

8. Hotteok (Sweet Korean Pancake)

Pancake isi gula cokelat dan kacang. Saat digigit, gulanya meleleh, perfect dessert setelah menikmati makanan asin.


Yang menarik dari Gwangjang Market bukan hanya makanannya, tapi suasananya. Setiap lorong punya ritme sendiri. Di satu sisi pasar, kamu akan melihat penjual kain dan hanbok; di sisi lain, suara wajan mendesis seperti musik pengiring perjalananmu.

Sebagai solo traveler perempuan, aku merasa sangat aman. Ramai, tapi bukan yang menyeramkan. Orang-orang fokus pada aktivitas mereka, dan wisatawan lain pun banyak, jadi kamu nggak akan merasa sendirian.

Yang paling aku suka adalah cara penjual menyambut pelanggan. Mereka tidak agresif, tetapi hangat. Kadang mereka bahkan memotongkan sedikit sample makanan gratis agar kamu bisa mencicipi sebelum memesan.

Cara Menuju Gwangjang Market

Gwangjang Market sangat mudah diakses dengan transportasi umum.

1. Subway Line 1 – Jongno 5(o)-ga Station

Keluar melalui Exit 8, lalu jalan sekitar 2 menit saja.

2. Subway Line 2 – Euljiro 4(sa)-ga Station

Keluar di Exit 4, lalu jalan sekitar 7 menit.

Karena lokasinya strategis dan dekat pusat kota, kamu bisa sekalian mampir dari Myeongdong, Dongdaemun, atau Cheonggyecheon Stream.

Tips untuk Solo Traveler Perempuan di Gwangjang Market

Kalau kamu datang sendirian ke Gwangjang Market, ada beberapa hal kecil yang bisa bikin pengalamanmu jauh lebih nyaman. Pertama, pilih datang siang atau sore hari. Waktu ini paling pas karena suasananya hidup, tapi nggak terlalu padat. Sinar matahari yang masuk dari sela-sela atap pasar juga bikin foto-foto kamu terlihat lebih hangat dan estetik. Kemudian percayalah, tisu basah akan sangat berguna ketika kamu mulai mencicipi street food yang bikin penasaran satu per satu.

Saat menjelajah, jangan ragu duduk di stall yang terlihat random, justru itu bagian paling seru dari Gwangjang Market ini. Setiap penjual punya cerita dan keunikannya sendiri. Tapi ingat, siapkan uang cash karena walaupun banyak yang sudah menerima kartu, beberapa stall masih hanya terima uang tunai. Kalau kamu solo traveling, pesan makanan pelan-pelan saja. Porsinya besar dan mengenyangkan, jadi lebih baik mencoba sedikit demi sedikit. Dan yang paling penting, jangan malu bertanya. Bahasa tubuh, senyum, atau menunjuk menu biasanya sudah cukup membuatmu mudah berkomunikasi dengan para ajumma dan ajussi yang ramah. 


Gwangjang Market bukan sekadar pasar, bukan sekadar tempat makan, pasar ini adalah potongan kehidupan Seoul yang paling otentik. Di sini, kamu bisa merasakan sejarah, budaya, dan kehidupan sehari-hari masyarakat Korea dalam satu tempat.

Sebagai solo traveler perempuan, aku merasa seperti menemukan tempat yang bisa membuatku menghilang sesaat dari kehidupan. Dari aroma bindaetteok yang baru digoreng, tawa para penjual, riuhnya pelanggan yang makan berdempetan, hingga rasa manis hotteok yang mengakhiri hariku, Gwangjang Market adalah pengalaman yang melekat di ingatan.

Kalau kamu berencana ke Seoul, jangan cuma lewat. Datanglah, duduklah di salah satu stall, pesan satu atau dua hidangan, dan biarkan pasar ini bercerita padamu.

Menelusuri Seoullo 7017: Dari Jalan Layang ke Area Rekreasi

 


Ada sesuatu yang selalu membuatku jatuh cinta pada Seoul. Bukan hanya karena makanannya yang enak atau karena dramanya yang bikin susah move on, tapi karena kota ini selalu punya cara kreatif untuk memanjakan warganya, dan para wisatawan seperti aku, dengan ruang publik yang indah. Salah satunya adalah Seoullo 7017, taman layang yang dulu tidak terbayangkan akan menarik seperti ini.

Aku pertama kali ke sini tahun 2017, tak lama setelah tempat ini resmi dibuka. Waktu itu, aku datang sebagai solo traveler, dan sejak langkah pertama, aku tahu tempat ini akan menjadi salah satu spot favoritku di Seoul. Dan sekarang, ketika aku melihat foto dan update terbaru, Seoullo semakin cantik, semakin rapi, dan semakin layak buat masuk itinerary siapa pun, baik solo traveler maupun keluarga dengan anak kecil.

Asal-Usul Seoullo 7017: Dari Jalan Layang Usang Menjadi Oasis di Tengah Kota

Nama Seoullo 7017 bukan sekadar nama keren yang dipilih asal-asalan. Ada makna sejarah dan harapan yang besar di dalamnya.

  • Angka 70 merujuk pada tahun 1970, saat jalan layang ini pertama kali dibangun sebagai jalur transportasi kendaraan.

  • Angka 17 merujuk pada tahun 2017, saat proyek revitalisasi selesai dan area ini dibuka sebagai taman kota.

Dulu, jalan layang ini sangat sibuk dilalui mobil. Tapi seiring bertambahnya usia, struktur jalan mulai rapuh dan tidak lagi aman untuk kendaraan. Pemerintah Seoul punya dua pilihan: merobohkannya, atau mengubahnya menjadi sesuatu yang baru. Mereka memilih yang kedua, sebuah keputusan yang ternyata menjadi salah satu proyek urban terbaik Korea.

Bersama arsitek dari Belanda yang juga mengerjakan proyek revitalisasi kota-kota besar dunia, jalan layang ini disulap menjadi taman pejalan kaki sepanjang hampir 1 km, lengkap dengan tanaman, jalur santai, kursi-kursi, kafe kecil, dan observation deck untuk melihat pemandangan kota.

Kini, Seoullo 7017 menjadi contoh sukses bagaimana kota modern bisa tetap menyediakan ruang hijau dan ruang publik tanpa kehilangan identitas urban-nya.

Sebagai solo traveler perempuan, ada rasa kebebasan yang sulit dijelaskan saat kamu bisa berjalan sendirian, tanpa terburu-buru, dan menikmati momen hanya dengan dirimu sendiri. Dan Seoullo 7017 waktu itu memberi ruang besar untuk itu.

Aku datang menjelang sore, ketika matahari sudah tidak terlalu terik tetapi sinarnya masih memantul lembut ke dinding gedung-gedung tinggi. Dari atas sini, pemandangan Seoul Station terlihat jelas. Saat berjalan perlahan di antara pot-pot tanaman, aku merasa seperti berada di antara dua dunia: di satu sisi, kota super sibuk dengan gedung kaca yang tinggi; di sisi lain, ruang hijau yang tenang dengan lebih dari 24.000 tanaman dari 200 spesies berbeda

Kadang aku berhenti hanya untuk melihat warga lokal yang duduk sambil baca buku, atau turis yang sibuk memotret bunga. Anak-anak kecil berlarian, pasangan muda pakai matching outfits sibuk selfie, nenek-nenek menikmati sore sambil ngobrol. Rasanya seperti melihat berbagai bab kehidupan manusia dalam satu frame besar.

Seoullo 7017 Saat Ini: Lebih Cantik, Lebih Lengkap, dan Lebih Ramah untuk Keluarga

Sejak dibuka di tahun 2017, Seoullo terus diperbarui. Bahkan dari foto-foto terbaru, terlihat jelas bahwa area ini semakin indah dan semakin terawat. Banyak bagian yang kini lebih hijau, lebih tertata, dan fasilitasnya pun semakin lengkap.

Yang paling menarik adalah area bermain anak yang sekarang jadi salah satu daya tarik utama. Jadi kalau kamu ke sini bersama keluarga, anak-anak tidak akan bosan. Mereka bisa berlarian, bermain, atau sekadar melihat tanaman unik yang tidak sering dijumpai di ruang publik lain.

Ada beberapa checklist yang dapat dijadikan panduan aktivitas saat mengunjuni Seoullo 7017:

Menikmati Pemandangan Kota dari Ketinggian

Begitu kamu melangkah ke Seoullo 7017, hal pertama yang langsung terasa adalah sudut pandang uniknya. Dari atas jembatan ini, kamu bisa melihat Seoul Station yang selalu sibuk, deretan gedung-gedung tinggi yang menjulang rapi, serta jalan raya besar yang seperti nggak pernah benar-benar tidur. Kalau datang saat sore, kamu bakal dapat bonus: siluet kota saat sunset yang pelan-pelan berubah warna. Pemandangannya memang sederhana, tapi ada sesuatu yang menenangkan.

Menyusuri Koleksi Tanaman yang Cantik

Saat kamu berjalan semakin jauh, suasananya berubah jadi lebih hijau. Seoullo 7017 punya ribuan tanaman dari berbagai jenis, mulai dari bunga musiman, tanaman herbal, pohon-pohon mini, sampai spesies yang jarang kamu temui di taman biasa. Cocok sekali buat kamu yang suka foto-foto atau sekadar pengen mengistirahatkan mata dari hiruk pikuk kota.

Rehat Santai di Area Duduk dan Fasilitas Publik

Di beberapa titik kamu akan menemukan tempat duduk. Di sini kamu bisa duduk sambil menyeruput kopi, membaca buku, menikmati angin sore, atau cuma melihat orang-orang berlalu-lalang. Rasanya seperti jeda kecil yang manis di tengah padatnya perjalanan.

Berburu Foto Aesthetic

Seoullo 7017 juga surganya pecinta foto. Hampir setiap sudutnya fotogenik: area tanaman, pembatas jembatan kaca yang memberikan suasana modern, pemandangan Seoul Station yang masih mempertahankan nilai tradisional, sampai dinding-dinding kafe di sekitar yang keren. Mau gaya candid, street style, atau foto siluet saat senja, semuanya cocok di sini.

Area Bermain Anak yang Aman dan Ramah Keluarga

Untuk kamu yang datang bersama keluarga atau bawa anak kecil, Seoullo juga punya area bermain khusus anak. Tempatnya aman karena seluruh jembatan ini sepenuhnya bebas kendaraan, dan areanya dirancang supaya anak bisa eksplorasi sambil tetap dalam pantauan. Jadi meski kamu ke sini untuk jalan santai, anak-anak tetap punya keseruan sendiri.


Cara Menuju Seoullo 7017

Seoullo 7017 memiliki banyak pintu masuk, tapi pintu utama dan paling mudah adalah dari:

1. Seoul Station (Subway Line 1 & 4)

Keluar dari Exit 2, kamu akan langsung melihat papan penanda menuju Seoullo. Jaraknya hanya beberapa langkah.

2. Namdaemun Market

Kalau kamu habis belanja, kamu tinggal jalan sedikit untuk masuk lewat pintu sisi selatan.

3. Hoehyeon Station

Bisa jalan kaki sekitar 10 menit.

Kenapa Seoullo 7017 Wajib Masuk Itinerary?

Seoullo 7017 adalah salah satu tempat terbaik di Seoul yang bisa kamu nikmati secara gratis, dan tetap terasa sangat “wah”. Jalur pejalan kaki yang dipenuhi tanaman ini terlihat indah dan instagramable dari segala sudut, bikin kamu betah jalan pelan-pelan sambil menikmati udara kota. Rasanya pas banget buat healing, apalagi dengan suasana hijau yang menenangkan di tengah hiruk pikuk Seoul. Tempat ini juga ramah untuk siapa pun, solo traveler yang ingin suasana aman seperti aku saat ke sana, pasangan yang ingin foto cantik, sampai keluarga yang bawa anak pun bisa menikmati area ini tanpa repot.

Yang bikin Seoullo makin istimewa adalah sudut pandangnya yang unik. Dari sini, kamu bisa melihat Seoul dari atas: rel kereta, gedung-gedung tinggi, dan lalu lintas kota yang terlihat seperti miniatur. Dan serunya, kamu bisa datang kapan saja, pagi yang segar, siang yang cerah, sore yang golden hour, sampai malam yang penuh lampu kota, semuanya punya pesonanya sendiri. Seoullo 7017 bukan hanya taman kota, tapi tempat yang membuatmu merasa Seoul sedang menyapa dengan cara yang lembut.

Sebagai seseorang yang pernah datang ke Seoullo waktu baru dibuka pada 2017, aku merasa tempat ini seperti teman lama yang semakin dewasa, semakin rapi, semakin cantik. Rasanya menyenangkan melihat bagaimana sebuah jalan layang yang dulunya hanya dilalui kendaraan bisa berubah menjadi ruang hijau yang hangat, penuh energi, dan menjadi tempat orang-orang berkumpul.

Kalau kamu akan berlibur ke Seoul, Seoullo 7017 wajib banget kamu masukkan ke daftar kunjungan. Datanglah sendirian kalau ingin merasakan ketenangan, atau ajak pasangan, sahabat, dan anak-anak kalau ingin berbagi momen indah. Apa pun caramu menikmati Seoul, Seoullo 7017 akan selalu memberi kesan hangat yang sulit dilupakan.


Sunday, November 16, 2025

Kampung Konservasi Rimbun: Wisata Alam Edukasi di Tangerang Selatan

 


Tersembunyi di tengah geliat perkotaan Tangerang Selatan, Kampung Konservasi Rimbun (Rimbun Conservation Village) menawarkan napas segar alam yang jarang ditemukan di kota besar. Beralamat di Jl. Haji Jamat No. 11, Ciater, Serpong, Kota Tangerang Selatan. Luas kawasan sekitar 2,4 hektar, menurut informasi kumparan. Tempat ini dikelola dengan semangat komunitas lokal untuk menggabungkan aspek konservasi alam, pertanian terpadu, dan edukasi lingkungan.

Begitu memasuki area Rimbun, pengunjung langsung disambut oleh hijaunya pepohonan, jejak jalan setapak dari batu, saung-saung bambu, dan suasana pedesaan yang sangat kontras dengan hiruk Jakarta. Udara terasa lebih sejuk, angin berdesir di dedaunan, dan suara alam—kelepit burung, gemericik air, dan dengungan serangga—menjadi latar alami untuk siapa pun yang datang untuk healing atau sekadar bersantai.

Ambience & Suasana: Alam, Edukasi, Ketenangan

Kampung Konservasi Rimbun terasa seperti “kampung kecil di tengah kota,” tempat di mana pengunjung bisa benar-benar melepaskan stres perkotaan. Suasananya sangat ideal untuk keluarga yang ingin bersantai, dengan bangku, meja kayu, dan area semi-outdoor di mana pengunjung bisa duduk sambil mengamati taman konservasi.

Selain itu, Rimbun menyediakan area saung dan gazebo bambu untuk bersantai. Tersedia area bermain anak (playground), lapangan kecil untuk outbound sederhana, dan tempat istirahat di antara kebun sayur dan tanaman hias. 

Aktivitas Outdoor & Fasilitas Edukatif

Wisata Edukasi Bertani & Konservasi

Salah satu daya tarik utama Rimbun adalah kegiatan urban farming: pengunjung dapat ikut menanam sayuran, memanen tanaman, atau sekadar melihat tanaman yang tumbuh subur di kebun konservasi.  Ada pula program edukasi pengelolaan sampah organik, komunitas Rimbun mengolah sampah menjadi kompos, yang kemudian digunakan untuk menyuburkan tanaman di area kebun. 

Bermain & Belajar untuk Anak

Untuk anak-anak, Rimbun punya playground mini yang simpel tapi menyenangkan: perosotan, area rumput, dan taman konservasi yang bisa dieksplorasi. Selain itu ada paket field trip khusus untuk sekolah atau keluarga yang mencakup kegiatan menanam tanaman, menangkap ikan kecil di kolam, dan belajar konservasi. 

Camping & Outdoor Gathering

Rimbun juga menyediakan area camping ground bagi pengunjung yang ingin menginap. Untuk kemah, pengelola menawarkan penyewaan tenda dan peralatan memasak sehingga pengunjung tidak perlu membawa semua perlengkapan sendiri. 

Di siang hari, bisa dilakukan aktivitas outbound ringan seperti flying fox atau panahan (tergantung paket), dan malam hari suasana camping di Rimbun terasa magis karena dikelilingi pepohonan serta gemerlap cahaya lampu kecil di saung. 

Kuliner & Restoran

Setelah capek berkeliling, pengunjung bisa mampir ke restoran semi-outdoor yang menyajikan menu nusantara. Menurut Kumparan, menu meliputi olahan ayam, bebek, sayur, hingga ikan. Orami menyebutkan minumannya juga beragam: teh, kopi, jus, wedang jahe, kunyit asam, hingga beras kencur. Kisaran harga makanan dan minuman menurut SwaraWarta adalah mulai dari Rp 7.000 hingga Rp 125.000 untuk makan, dan Rp 4.000–Rp 18.000 untuk minuman. 

Akses & Informasi Praktis

Lokasi:
Kampung Konservasi Rimbun terletak di Jl. H. Jamat No. 11, Ciater, Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten

Jam Operasional:

  • Senin–Jumat: 10.00 – 21.00 WIB.

  • Akhir pekan (Sabtu–Minggu): buka lebih awal, sekitar pukul 07.00 – 21.00 WIB. 

Tiket & Biaya Masuk:
Harga tiket masuk ke Kampung Konservasi Rimbun adalah gratis, menurut iTrip. Namun, pengunjung harus membayar biaya parkir sebesar Rp 5.000 per kendaraan, menurut beberapa sumber. 

Fasilitas Penunjang:
Tersedia lahan parkir, mushola, toilet bersih, saung bambu, area gathering, dan toko sayuran lokal. Ada juga toko hasil pertanian — sayur-sayuran segar yang bisa dibeli pengunjung sebagai oleh-oleh. 

Kenyamanan untuk Kemah & Tempat Perkemahan

Jika kamu ingin bermalam, Rimbun menyediakan spot camping yang nyaman dan alami. Tempat ini cocok untuk camping keluarga, dengan area camping yang rimbun serta fasilitas penunjang seperti penyewaan tenda dan alat masak. Suasana malam di tengah pohon-pohon memberi kedamaian tersendiri, jauh dari lampu kota, namun masih aman dan cukup mudah diakses.

Selain kemah, saung bambu bisa dijadikan alternatif istirahat. Di pagi atau sore hari, saung ini menjadi tempat populer untuk melakukan yoga ringan, membaca buku, atau hanya berbincang santai sambil mendengar kicau burung.

Catatan Untuk Anak-anak & Keluarga

Bagi keluarga dengan anak kecil, Rimbun sangat ramah anak. Playground mini memungkinkan anak bermain aman, sementara kegiatan edukatif seperti urban farming dan konservasi memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan. Field trip sekolah sangat populer di sini, karena paket-paket edukasi disesuaikan untuk anak-anak: mereka bisa menanam tanaman, memberi makan hewan kecil, atau menjelajah kebun secara interaktif. 

English Village juga menjadi nilai tambah bagi anak-anak yang ingin mengasah kemampuan bahasa Inggris dengan cara menyenangkan dan santai di alam terbuka. 

Kekurangan & Tantangan Akses

Meskipun indah dan edukatif, Rimbun tidak lepas dari beberapa tantangan: pertama, akses masuk ke area kampung konservasi kadang melewati gang sempit dan jalanan yang curam, terutama di bagian perkampungan. Hal ini bisa menyulitkan bagi pengemudi mobil besar atau yang kurang berpengalaman. Karena jalan tidak lebar dan tanjakan terkadang tajam, disarankan untuk menggunakan kendaraan kecil dan pengemudi yang cukup percaya diri.

Kedua, meskipun ada lahan parkir, kapasitas terbatas ketika pengunjung ramai — terutama di akhir pekan. Menurut beberapa catatan lama, sebagian pengunjung memilih datang lebih pagi untuk menghindari antre parkir. 

Kenapa Rimbun Patut Dikunjungi

  1. Dekat namun terasa jauh dari kota – di Tangsel, namun suasananya seperti pedesaan alami.

  2. Tempat edukasi lingkungan – cocok untuk anak-anak dan dewasa yang ingin belajar tentang pertanian, konservasi, dan sampah organik.

  3. Kuliner alam – makan di tengah kebun dengan menu rumahan, harga terjangkau, dan pilihan sehat.

  4. Aktivitas outdoor seru – mulai dari panen sayur, memberi makan hewan, sampai camping atau outbound.

  5. Ramai tapi tidak modernisasi penuh – konsep “kampung konservasi” menjaga karakter alami tanpa terlalu komersial.

Tips Mengunjungi

  • Gunakan kendaraan ringan: mobil kecil atau motor sangat direkomendasikan karena akses jalan bisa sempit dan curam.

  • Datang pagi: agar mendapatkan parkir lebih mudah dan suasana lebih sejuk.

  • Bawa alas kaki yang nyaman: untuk eksplor jalan setapak, kebun, dan area konservasi.

  • Gunakan kamera: banyak spot cantik untuk foto: saung bambu, kebun sayur, jembatan kecil, dll.

  • Jangan lupa bawa uang tunai: meskipun banyak fasilitas, beberapa transaksi lokal masih nyaman menggunakan cash.

  • Jika mau kemah: cek terlebih dahulu dengan pengelola apakah ada tenda sewaan dan fasilitas yang tersedia.

Kampung Konservasi Rimbun adalah destinasi alam yang penuh makna: bukan sekadar tempat selfie, tetapi ruang untuk menyatu dengan alam, belajar, dan menikmati kesederhanaan kampung konservasi. Cocok untuk keluarga, anak-anak, hingga pasangan yang ingin spend quality time di alam. Meski akses dan parkir bisa menjadi tantangan, pengalaman yang didapat jauh lebih besar dari effort-nya. Jika kamu butuh tempat healing yang edukatif dan menenangkan di sekitar Jabodetabek, Rimbun adalah pilihan yang sangat layak.