I want to show you a world you’ve never seen
So baby, can I be your boyfriend, can I?
If you want, I want to give you everything
Mata Raras mengikuti sosok paling tinggi dengan rambut
perak di layar. Pria tersebut mengenakan setelan kemeja putih dengan celana
panjang hitam dan jaket dengan warna senada dengan celananya, dalam kondisi
semua kancing depan terlepas. Terlihat tulisan berwarna merah akan kota yang
dianggap paling romantis di dunia, Paris, secara terbalik pada bagian depan
Jaket. Terdapat kalung choker
berwarna hitam menghiasi kerah kemeja putih. Riasan wajah cukup berat pada area
mata, dengan eyeliner hitam pekat,
memberi penekanan yang cukup akan tatapan mata dalam.
“Aduh!” Raras memekik ketika sebuah kotak berwarna
cokelat dilempar ke arahnya. Sekilas melirik, Raras langsung berteriak
terkejut.
“Kakak! Aduh, ini kan sudah kutunggu-tunggu,” sungut
Raras mengambil kotak tersebut yang tergelincir jatuh dari punggungnya ke arah
lantai.
“Pasti Korea-Koreaan lagi deh, sama kayak yang lagi kamu
tonton itu,” Mira, kakak Raras, beranjak ke sisi tempat tidur, menggeser posisi
Raras dari depan laptop. “Siapa namanya ini? Baki? Bayun?” Mira menunjuk ke
arah layar laptop.
“Baekhyun, Kak. Ini bukan Koreaan, EXO namanya. Ih Kakak,
sudah berapa kali dikasih tahu,” erang Raras sambil membuka bungkusan cokelat
yang dilempar Kakaknya tadi. Mira menggangguk-angguk mencoba memahami, matanya
masih tertuju pada layar yang menayangkan video yang tampaknya sudah diulang
Raras entah berapa kali, terlihat dari aktifnya tombol loop di kanan bawah. Puluhan kali sudah Raras menjelaskan mengenai
Baekhyun dan EXO ini, namun tetap susah bagi Mira menyimpan dalam ingatannya.
“Rrrrt,” suara ponsel Raras membuyarkan kegiatan
keduanya. Raras segera mengambil ponselnya dan mendapati satu nama yang tidak
asing muncul di layar. Mira melihat sekilas pada layar ponsel yang diletakkan
di sebelah laptop.
“Elya masih menghubungimu?” Suara Mira meninggi,
mengenali caller ID tersebut.
“Tenang saja, Kak. Sekarang berbeda,” Raras mengerling
dan memencet tombol hijau di ponselnya, bersiap menjawab panggilan tersebut.
***
“Pasti Kakakmu yang mengerjakannya!”
Raras mendongak ke arah sumber suara, memastikan suara
itu ditujukan kepadanya, ia menunjuk ke arah dirinya tidak yakin.
“Iya, kamu! Siapa lagi,” Elya nampak tidak sabar. “Kamu
ingin nilaiku jatuh di kelas Bu Ina, sehingga kamu minta tolong Kakakmu si
juara kelas mengerjakannya,” gusar Elya gemas. Tangan kanannya mencengkeram
lengan kiri Raras hingga memerah. Raras yakin warna tersebut setidaknya akan
bertahan tiga hari lamanya.
“Aduh, aduh,” Raras berusaha melepaskan dirinya, namun
cengkeraman Elya bertambah erat. Sekarang, tangan kiri Elya merambah ke ujung
rambut sebahunya, menariknya tanpa ampun. “Aduh!” Erang Raras, nafasnya
tercekat.
“Kamu benar-benar tidak tahu malu ya, kamu bisa apa tanpa
Kakakmu?”
“Aku... mengerjakannya... sendiri,” eja Raras
tersengal-sengal. Kedua tangannya berusaha melepaskan genggaman tangan Elya di
lengan dan rambutnya. Ia menyesal tidak mengindahkan Ria untuk menemaninya
tadi, sekarang ia terjebak di kamar mandi berdua dengan perempuan ini.
“Kamu simpan saja semua bualanmu, aku tidak akan
percaya,” Elya menarik rambut Raras lebih kuat lagi. Raras merasakan beberapa
helai rambutnya terlepas dan jatuh mengenai tengkuknya.
“Tolong lepaskan aku, tolong,” lirih Raras.
“Kamu itu tahu diri sedikit. Otak pas-pasan, tampang
juga. Tapi kelakuan kurang ajar sekali,” Elya meludah tepat di muka Raras.
“Anggap ini peringatan pertama,” Elya melepaskan genggamannya pada rambut dan
lengan Raras. Sebelum meninggalkan Raras, ia mematut dirinya di depan kaca
toilet, memastikan seragam sekolahnya tetap rapi setelah sebelumnya Raras
sempat menarik-nariknya.
Raras ingat betul peristiwa itu. Tidak sampai sehari
setelah nilai tugas Biologi keluar, mata pelajaran yang selama ini dikuasai
Elya, menempatkan Raras berada di peringkat pertama dengan nilai yang cukup
jauh dengan Elya di posisi kedua. Raras saat itu cukup terkejut dengan hasil
tugas praktikum tersebut, bukan karena ia bisa melejit ke posisi pertama, tapi
lebih karena Elya turun posisi. Raras bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan
tugas tersebut. Mira memang memberinya beberapa saran, kakaknya itu sangat
pintar di semua bidang, namun Raras
berani sumpah bahwa tugas tersebut dikerjakannya sendiri.
Sejak itu, Elya tidak berhenti mengganggunya. Elya cukup
populer di SMA Kusuma Bangsa, pengaruhnya kuat, teman-temannya banyak. Tidak
butuh waktu lama untuk menjadikan Raras sebagai pecundang nomor satu di
sekolah. Raras selalu pulang sekolah berbalut sweter kuning kesukaannya yang
warnanya sampai berubah menjadi krem, akibat terlalu sering dipakai. Semua ia
lakukan untuk menutupi memar di kedua lengannya.
“Kok memarnya ga hilang-hilang sih, Ras?” Mira satu kali
bertanya.
“Kakak kan tahu, aku ceroboh. Kemarin kepentok meja,
Kak,” bohong Raras.
Mira menatap Raras dengan pandangan penuh tanya, paham
akan sikap Raras yang tidak suka didesak, Mira memutuskan memercayai adiknya.
Tidak sampai ketika Raras dilarikan ke rumah sakit,
akibat patah tulang yang diaku Raras akibat keseleo saat bermain bola voli,
baru Mira mengetahui kejadian sebenarnya dari Ria, sahabat Raras.
“Raras memang keseleo saat bermain bola voli, Kak.” Ria
terdiam, mencoba mengatur kalimatnya. “Tapi itu disengaja, area Raras berpijak
saat melakukan serve, sangat licin,”
akhirnya ia memutuskan berterus terang.
***
“Halo,” Raras mendengarkan suara di ujung ponsel dengan
seksama. Sesekali ia mengangguk pelan. “Bagus deh kalau gitu, jangan lupa besok
dibawa ya tugasnya. Oke. Sampai besok.” Raras memutus panggilan. Mira mengamati
adiknya, ia menaikkan sebelah alisnya ke arah adiknya.
“Elya telepon karena?” Mira tak sabar lagi. Adiknya tidak
juga membaca kode yang dikirimkannya.
“Oh itu,” ujar Raras tidak peduli, pandangannya tetap
terfokus pada paket cokelat yang sekarang telah berubah bentuk menjadi album
terbaru EXO-CBX bertajuk Blooming Days. “Dia
memberitahu kalau tugas Biologi untuk besok sudah selesai, dia akan membawakan
dua rangkap. Satu untuk aku,” lanjut Raras. Tangannya mengeluarkan photobook dari album yang digenggamnya,
membuka lembar demi lembarnya dengan seksama.
“Kok... bisa?” Tanya Mira. Nada suaranya perpaduan antara
heran dan takjub.
Raras meletakkan kembali photobook tersebut dan memusatkan perhatiannya ke arah kakaknya,
“kakak tahu kenapa aku suka Baekhyun?” Mira menggeleng. “Baekhyun itu salah
satu anggota EXO dengan masa pelatihan paling pendek, namun bisa menjadi vokal
utama di Grup. Ia juga terkenal suka berbicara terus terang, sehingga sering
menimbulkan kontroversi akibat ucapan-ucapannya. Kedua hal tersebut, membuat
dia menjadi anggota dengan jumlah haters
yang cukup banyak. Ia dianggap sombong, tidak tahu diri dan hal-hal buruk
lainnya.”
Mira mencoba mencerna penjelasan Adiknya. Terdengar
seperti dirinya, sosok Baekhyun ini.
“Seperti Kakak kan?” Raras seperti membaca pikirannya.
“Aku ingin seperti Kakak, ingin seperti Baekhyun. Tapi aku butuh waktu, karena
aku bukan Kakak. Aku butuh waktu untuk berani. Karenanya, aku berterima kasih
hari itu, di rumah sakit, Kakak mendengar permohonanku. Aku janji pada Kakak aku
akan menghentikan semua perbuatan Elya padaku. Aku tepati janjiku.”
Mira menggeser posisi duduknya, mencari tempat yang
nyaman. Sepertinya penjelasan adiknya akan memakan waktu cukup lama.
“Baekhyun baru saja terlibat dalam satu kontroversi
akibat salah ucap. Sebenarnya itu tidak sepenuhnya salah Baekhyun, tapi ia
tetap meminta maaf. Ia tidak ingin banyak pihak menjadi bertengkar karena
dirinya. Ia mengorbankan dirinya demi ketenangan banyak pihak,” Raras berhenti,
seakan berpikir. “Hal itu membuat aku tersadar. Aku bisa melakukan hal yang
sama. Aku meminta maaf pada Elya. Secara terbuka. Aku tulis di majalah sekolah,
broadcast di media sosial serta
mengirimkan surat pribadi untuknya juga. Aku minta maaf apabila selama ini ada
perilaku aku yang mengganggu dirinya.”
“Tapi, Ras,” potong Mira.
“Kak, seperti Baekhyun. Aku tidak masalah apabila hal
tersebut membuat aku menjadi rendah. Aku hanya ingin semuanya selesai, damai.
Capek, Kak.” Raras tersenyum. “Terbukti, banyak teman-teman ternyata mendukung
permintaan maafku itu, hal itu membuat Elya malu untuk tidak memaafkan aku,
kan. Sekarang, sebagai balasannya, ia selalu menawarkan diri membantu aku
sebisa dia. Ia menyesal juga, Kak. Rasa iri menjadikan ia seperti itu. Win-win kan, Kak.”
“Aku tidak sangka kamu sudah besar ya,” Mira
mengacak-acak rambut Raras. “Semua Koreaan ini ternyata ada gunanya juga.”
“Ih, Kakak.”
“Ayo, deh, sekarang Kakak mau lihat ini semua
lagu-lagunya seperti apa, sih. Kayanya boleh juga ini yang rambutnya cokelat,”
gurau Mira sambil kembali menunjuk ke layar kaca.
“Chen ini, Kak. Dia vokal utama juga...,”
Mira hanya mengangguk-angguk mendengar ocehan adiknya
yang lebih panjang dari sebelumnya, saat ia menjelaskan tentang Elya. Kali ini
Mira mendukung seratus persen kesukaan Adiknya tersebut. Ternyata ada
manfaatnya juga.
Today, I feel blue
Feeling like I'm trapped, that kind of mood
But you're the master key who'll unlock me
Your joyful colors change my days, yeah
***
1300 kata
Ditulis untuk mengikuti event Femii Active Girl - Fan Fiction Competition
Inspirasi cerita dari video klip terbaru EXO-CBX berikut ini:
Today, I feel blue
Feeling like I'm trapped, that kind of mood
But you're the master key who'll unlock me
Your joyful colors change my days, yeah
***
1300 kata
Ditulis untuk mengikuti event Femii Active Girl - Fan Fiction Competition
Inspirasi cerita dari video klip terbaru EXO-CBX berikut ini:
0 comments:
Post a Comment